Monday, 3 August 2015

Cara Mengumpulkan Data Kualitatif Dengan Wawancara

Pada kesempatan ini saya berbagi materi yang wajib dipahami dan kuasai oleh peneliti kualitatif. Iya, teknik pengumpulan data kualitatif dengan wawancara merupakan keterampilan yang harus dikuasai peneliti atau periset kualitatif. Keberhasilan peneliti dalam mengumpulkan data yang valid, berpotensi besar menghasilkan penelitian kualitatif yang berkualitas. Wawancara bukan menjadi satu-satunya teknik pengumpulan data penelitian kualitatif, ada observasi yang telah dibahas sebelumnya, dan dokumentasi yang akan dibahas pada materi selanjutnya. Ketiganya memiliki petan yang vital dalam penelitian kualitatif. Agar pembaca menjadi jelas dan paham dalam menggunakan wawancara sebagai teknik pengumpulan data, saya akan jabarkan sejelas-jelasnya.

Teknik Pengumpulan Data Kualitatif Dengan Wawancara
sumber: www.ahok.org

Ada berbagai alasan bahwa wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data kualitatif. Peneliti yang belum menemukan permasalahan utama yang akan diteliti atau yang ingin mengetahui secara mendalam tentang hal-hal yang sedang diteliti dapat menggunakan wawancara sebagai solusinya. Hal ini tidak bisa ditemukan bila peneliti hanya menggunakan teknik observasi. Ada juga asumsi yang menyatakan bahwa wawancara adalah hatinya penelitian sosial, wawancara menjadi komponen yang sangat vital dalam penelitian kualitatif, 

Wawancara bisa dilakukan secara terstruktur, semi struktur, dan bebas. Bila peneliti sudah sudah yakin dengan informasi yang akan diperoleh, wawancara terstruktur menjadi pilihan yang tepat. Peneliti terlebih dahulu membuat instrumen berupa pertanyaan-pertanyaan beserta alternatif jawabannya. Oleh karena itu, pengumpulan data bisa diwakilkan kepada orang lain namun terlebih dahulu harus diarahkan agar memiliki keterampilan yang sama dengan peneliti sesungguhnya. 

Sebaliknya bila peneliti ingin mendapatkan informasi mendalam, wawancara semi-struktur menjadi pilihan yang tepat. Narasumber diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau ide-ide. Oleh karena itu, instrumennya tidak sekaku wawancara terstruktur.

halnya bila peneliti menjumpai kondisi yang tidak jelas, termasuk informasi yang akan didapat maka peneliti dapat memilih wawancara tidak terstruktur. Peneliti hanya menyiapkan garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Peneliti dapat mengawali wawancara dengan hal-hal yang tidak terkait penelitian, bila ada kesempatan untuk hal-hal yang berkaitan dengan penelitian, peneliti bisa menanyakan hal itu kepada narasumber. Sehingga narasumber tidak menyadari bahwa peneliti sedang menggali informasi.

Alangkah baiknya wawancara dilakukan dengan tatap muka. Namun bila narasumber sangat sibuk, peneliti bisa mencari alternatif lain, misalnya melalui telepon atau email. Kemampuan peneliti membaca situasi sangat dibutuhkan agar bisa menentukan waktu dan tempat wawancara dengan narasumber. Pada saat mengajukan pertanyaan, hindari pertanyaan yang bisa dimaknai ganda atau bias oleh narasumber. Mengawali atau membuka pertanyaan juga sangat menentukan proses dan hasil wawancara. Setelah selesai, sebaliknya peneliti mengkonfirmasi ikhtisar hasil wawancara. Bila peneliti menguasai hal-hal di atas maka data yang dikumpulkan kemungkinan besar valid. Hasil wawancara selanjutnya ditulis untuk ditindaklanjuti seperti reduksi data, data display, dan simpulan.

Ada beragam jenis pertanyaan yang sebaiknya ditanyakan pada narasumber. Patton dalam Molleong menyebutkan setidaknya ada enam. Pertama, pertanyaan berkaitan dengan pengalaman. Kedua, pertanyaan berkaitan dengan pendapat. Ketiga, pertanyaan berkaitan dengan perasaan. Keempat, pertanyaan berkaitan dengan  pengetahuan. Kelima, pertanyaan berkaitan dengan indera. Terakhir, pertanyaan berkaitan dengan latar belakang atau demografi.

Untuk menunjang proses wawancara, peneliti perlu menyediakan peralatan wawancara dengan baik. Buku catatan digunakan untuk menulis point-point penting hasil wawancara. Alat perekam digunakan untuk merekam wawancara sehingga ketika peneliti akan menulis hasil wawancara dapat memutar ulang. Kamera digunakan untuk memfoto proses wawancara.

Nah, itulah hal-hal yang perlu saya sampaikan perihal wawancara sebagai teknik pengumpulan data kualitatif. Materi ini melengkapi pembahasan sebelumnya yaitu teknik pengumpulan data dengan observasi. Setelah membaca materi ini, saya sarankan anda membaca tenik pengumpulan data kualitatif dengan dokumentasi. Semoga anda dapat memahami dan menguasai keterampilan ini agar data yang terkumpul adalah data yang valid serta anda dapat menjadi peneliti kualitatif yang berkualitas 

Sumber:
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Halaman: 317 - 329

No comments:

Post a Comment