Wednesday 29 April 2015

Cara Mengumpulkan Data Penelitian Kuantitatif Melalui Wawancara

Ada dua hal yang harus dikuasai agar dapat menghasilkan penelitian yang berkualitas. Kualitas hasil penelitian kuantitatif dipengaruhi oleh kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Keduanya sama-sama penting sehingga seorang peneliti harus bisa memastikan bahwa instrumen penelitian yang digunakan adalah valid dan reliabel. Sedangkan dari segi pengumpulan data, dapat ditinjau dari berbagai setting, sumber dan cara. Dari segii setting ada yang alamiah atau melalui eksperimen. Sumber penelitian ada yang primer dan sekunder. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai cara membuat instrumen yang valid dan reliabel. Kali ini yang akan dibahas adalah cara mengumpulkan data melalui wawancara pada penelitian kuantitatif.

Wawancara dalam penelitian kuantitatif dapat dilakukan pada tahap studi pendahuluan sehingga peneliti dapat menemukan permasalahan yang akan diteliti. Selain itu, wawancara digunakan peneliti ketika ingin mendapatkan informasi yang mendalam yang jumlah respondennya tidak banyak. Peneliti yang memilih menggunakan wawancara sebagai teknik pengumpulan data sebaiknya memiliki anggapan sebagai berikut:
1. Bahwa responden adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri
2. Bahwa apa pun disampaikan oleh subyek penelitian kepada peneliti merupakan suatu kebenaran dan dapat dipercaya
3. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti kepada responden adalah sama dengan yang dimaksud oleh peneliti.

Ada dua jenis wawancara yaitu terstruktur dan tidak terstrukur yang dilakukan secara langsung melalui tatap muka atau dengan menggunakan telepon.

Wawancara Terstruktur

Peneliti yang menggunakan wawancara model ini harus sudah mengerti informasi apa yang akan diperoleh. Peneliti sebelum wawancara, terlebih dahulu menyiapkan instrumen berupa pertanyaan-pertanyaan disertai dengan alternatif jawaban. Jadi seluruh responden penelitian mendapat pertanyaan yang sama, dan tugas peneliti adalah mencatat jawaban responden. Karena instrumen memiliki pertanyaan dan alternatif jawaban yang sama, jenis wawancara ini dapat dilakukan oleh beberapa pewawancara namun harus dipastikan bahwa ketrampilan pewawancara adalah sama. Sebagai alat bantu, pewawancara dapat membawa alat perekam, gambar, brosur yang dapat membantu pelaksanan wawancara menjadi lancar.

Wawancara Tidak Terstruktur atau Terbuka

Peneliti bebas tidak menggunakan pedoman wawancara yang tersusun secara sistematis. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara ini bisa digunakan untuk penelitian pendahuluan atau penelitian yang lebih mendalam. Peneliti perlu melakukan wawancara kepada orang-orang yang benar-benar mengerti permasalahan yang sedang diteliti. Posisi peneliti belum mengetahui secara pasti informasi yang akan diperoleh. Oleh karena itu, peneliti lebih berperan sebagai pendengar yang dengan cara banyak mendengarkan informasi dari responden. Caranya mengawalinya bisa dengan menanyakan hal-hal yang tidak terkait dengan tujuan. Setelah peneliti mengetahui bahwa responden mau berbagi informasi akan diteliti, peneliti baru bertanya hal-hal yang sesuai tujuan. 


Peneliti yang menggunakan teknik wawancara alangkah baiknya memahami situasi responden. Bila sedang sibuk, sebaiknya wawancara dilakukan di lain waktu di lokasi yang nyaman. Penting bagi peneliti untuk membuat perjanjian dengan responden untuk menentukan waktu dan tempat wawancara. Ketika wawancara, hindari memberikan pertanyaan yang bermakna bias karena dapat ditanggapi berbeda oleh responden. Bila peneliti mengajukan pertanyaan yang bias, informasi yang di dapat pun tidak obyektif atau tidak akurat.

Sekian pembahasan teknik pengumpulan data melalui wawancara pada penelitian kuantitatif. Pastikan anda membuat instrumen wawancara sesuai jenis wawancara yang anda pilih, wawancara terstruktur atau tidak terstruktur.

sumber:
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta; hal 193 - 199